A. PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia bukan merupakan bahasa Indonesia asli. Bahasa Indonesia bisa disebut dengan‘bahasa kutipan’, karena bahasa Indonesia mengadopsi dan mengutip dari bahasa-bahasa lain, baik dari bahasa luar negeri maupun bahasa daerah sendiri, dan merubahnya menjadi sebuah bahasa yang baru yang ada sampai sekarang. Bahasa Indonesia tercipta karena adanya hubungan antar bangsa dan bahasa, dan bekas negara jajahan. Bahasa Indonesia sering digolongkan kedalam istilah bahasa pijin atau kreol. Kerana belum adanya kejelasan penggolongan tentang bahasa Indonesia apakah termasuk salah satunya atau bahkan bukan merupakan kedua-duanya. Banyak para ahli yang telah menghasilkan pemikiran-pemikiran cemerlang terkait dengan konsep bahasa pijin dan kreol. Hal tersebut didasarkan pada fenomena alamiah manusia yang memiliki hasrat untuk mengembangkan diri. Aspek-aspek yang dikembangkan oleh manusia bisa bermacam-macam, baik dalam aspek kepercayaan, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya. Proses-proses pengembangan diri tersebut tentu memiliki imbas; imbas positif dan negatif dalam kehidupan manusia itu sendiri.Aspek kehidupan manusia yang paling rentan terhadap perubahan adalah budaya, namun terkadang perubahan dan perkembangannya terjadi tanpa sadar. Salah satu contoh konkrit perkembangan budaya yang berjalan secara alami adalah bahasa. Sebagaimana pada mulanya hanya ada satu bahasa induk, lalu dalam prosesnya, bahasa tersebut berkembang menjadi ribuan bahkan jutaan. Perkembangan bahasa tersebut merupakan hasil dari pertemuan, percampuran serta kontak yang dilakukan satu komunitas masyarakat dengan komunitas masyarakat lainnya.
B. PEMBAHASAN
Menurut Wardhaugh (1986), bahwa pijin dan kreol muncul atas dasar masyarakat yang berbeda bahasa sehingga harus menemukan sebuah sistem komunikasi. Berikut pembahasan mengenai pijin, kreol dan bahasa Indonesia.
1. Pijin
Pijin adalah bahasa yang belum mempunyai penutur asli (Holmes, 1992). Atau dengan kata lain pijin adalah sebuah bentuk bahasa kontak yang digunakan oleh orang-orang dengan latar belakang bahasa yang berbeda-beda. Sebuah pijin biasanya memiliki tatabahasa yang sangat sederhana dengan kosakata dari bahasa yang berbeda-beda (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Pidgin). Bahasa pijin muncul dari perdagangan ataupun sebagai alat komunikasi para pekerja (Todd, 1974). Bahasa pijin muncul sebagai alat komunikasi sosial dalam hubungan ynag singkat (Cahyono, 1995:404). Holmes (1992) menggolongkan karakteristik pijin menjadi 3 yaitu:
1. Dipakai di ruang lingkup dan fungsi yang terbatas.
2. Struktur yang sederhana.
3. Pada umumnya sebagai golongan rendah dan cenderung memiliki sifat yang negatif.
Todd (1974) menggambarkan proses pijinisasi dalam beberapa fase, yaitu; Fase pertama : Terjadinya kontak bahasa antar bahasa pendatang dengan bahasa lokal. Dalam kontak bahasa, masyarakat melakukan proses penyederhanaan tata bahasa, kosakata, bahkan cara pengucapan agar lebih mudah dimengerti oleh sesama masyarakat multilingual tersebut. Kontak bahasa tersebut diiringi dengan gestures atau komunikasi non fisik (bahasa tubuh, mimik muka, dll) untuk mengkomunikasikan kebutuhan, istilah-istilah perdagangan, dll. Fase kedua : Bahasa yang telah di ’modifikasi’ atau disederhanakan tersebut digunakan secara reguler selama kontak masyarakat multilingual berlangsung. Fase ketiga : Kosakata-kosakata teknis diperluas, biasanya dengan meminjam pada bahasa yang paling dominan. Fase keempat: Penggunaan bahasa pijin secara regular dalam situasi tertentu jika terus dipertahankan hingga memiliki penutur asli, maka berpotensi untuk menjadi bahasa kreol.
2. Kreol
Menurut todd (1974) creol adalah bahasa pijin yang menjadi bahasa ibu dari speech community. Seperti bahasa normal lainya kreol memiliki penutur asli sedangkan pijin tidak (Wardhough, 1986). Kajian umum menunjukkan (khususnya yang dilakukan oleh Derek Bickerton) bahwa bahasa-bahasa kreol yang ada di dunia menunjukkan adalah kesamaan, khususnya dari segi tata bahasa yang mengarah pada teori tata bahasa universal. Bahasa Kreol ini juga dipengaruhi oleh kosakata-kosakata yang dibawa oleh para penuturnya. Bahasa Kreol berkembang karena sebab berikut : Berkumpulnya berbagai orang dari latar belakang yang berbeda, maksudnya: di suatu daerah, terjadi kontak antara penduduk asli dan pendatang yang satu sama lain berbeda bahasa. Dari sini kemudian digunakan sarana komunikasi yang terdiri dari bahasa dominan, namun terpengaruh oleh kosakata-kosakata bawaan dari orang-orang tersebut. Pijin dan kreol memiliki karakteristik yang serupa. Menurut Cahyono (1995) karakteristik itu adalah:
a) Memiliki urutan subyek-predikat-objek yang cukup kuat,
b) Memiliki pronomina yang tidak bervariasi
c) Tidak mengandung infleksi dan sedikit mengandung derivasi,
d) Banyak memakai partikel untuk membuat negative atau menentukan tense,
e) Menggunakan rangkain verba untuk mengubah makna kata utama,
f) Menggunakan pengulangan kata untuk penekanan,
g) Menggunakan konjungsi untuk mengacu ke makna kata untuk,
h) Menggunakan pronominal ketiga jamak untuk menandai frase nomina pluralis, dan
i) Menggunakan partikel pada awal kalimat untuk menandai unsur yang ditekankan.
Pada mulanya bahasa inilah yang disebut Pijin, dengan kosakata yang sangat sederhana. Namun, ketika mengalami proses kreolisasi, tata bahasanya mengalami perkembangan sehingga menjadi bahasa yang stabil dan terpisah dari bahasa induknya. Sebagian besar bahasa Kreol ini berakar dari bahasa-bahasa Indo-Eropa sebagai bahasa dasarnya. Berikut adalah bahasa-bahasa Kreol yang sudah dikenal (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_kreol) : Kreol Arab (Ki Nubi, Arab Juba, Arab Babalia), Kreol Inggris (BislamaTok Pisin, Krio, Pitcairn, Sranang Tongo, Kreol Miskito, Kreol Rama Cay), Kreol Perancis (Kreol Haiti, Kreol Louisiana, Kreol Mauritius, Seselwa), Kreol Melayu (Betawi, Melayu Ambon, Melayu Manado, Melayu Ternate, Melayu Banda, Melayu Kupang, Melayu, Larantuka), Kreol Spanyol (Chavacano, Palenquero), Kreol Portugis (Papiamento, Macao, Burgher, Kreol Tanjung Verde, Kreol India, São Tomé, Fa d'Ambo, Crioulo, Papia Kristang).
3. Bahasa Indonesia Bukanlah Termasuk Bahasa Pijin dan Kreol
Pada umumnya orang mengetahui bahwa bahasa lndonesia yang sekarang berasal dari bahasa Melayu. Istilah bahasa Melayu sendiri mengacu pada bahasa Melayu Riau, yaitu bahasa Melayu yang diajarkan di sekolah-sekolah sebelum Perang Dunia II berkecamuk. Beberapa bahasa daerah juga memberikan sumbangan kepada bahasa Indonesia, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain. Bahkan, bahasa Indonesia juga mendapat sumbangan dari bahasa Barat. Penerbitan buku di Leiden dengan judul European Loan Words in Indonesian: A Checklist of Words of European Origin in Bahasa Indonesia and Traditional Malay tahun 1983 mengingatkan tentang sumbangan bahasa-bahasa Barat kepada bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, "...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia". Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap "lahir" atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya. Bila kita mengikuti pemikiran beberapa sarjana Belanda, terlihat bahwa yang dianggap bahasa Melayu baku ialah bahasa yang banyak dikembangkan oleh guru-guru Melayu, terutama yang bertugas di Balai Pustaka. Profesor A. Teeuw pernah menulis: One can go further and say that it was this very group of Minangkabau school teachers at Balai Pustaka who made a significant contribution to the standardization of Malay which is often called Balai Pustaka Malay; it is the basis from which present-day Bahasa Indonesia is developed. Walaupun Profesor Teeuw tidak menggunakan istilah bahasa Melayu Riau, namun yang dimaksud dengan istilah bahasa Melayu Balai Pustaka itu pada dasarnya adalah bahasa Melayu Riau dalam pengertian kita di atas. Sarjana Belanda lain, Profesor G. W. J. Drewes, yang pernah bertugas di Balai Pustaka juga menekankan pentingnya Balai Pustaka dalam hubungannya dengan pembakuan bahasa. Menurut Drewes, bahasa manuskrip yang dikirimkan oleh Balai Pustaka sering diperbaiki oleh Engku-engku Balai Pustaka dan para pengarang. Pengirim hendaknya tidak merasa tersinggung, bahkan harus berterima kasih atas perbaikan-perbaikan itu (Drewes, 1981: 102–103). Bahasa Indonesia juga memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia).
C. KESIMPULAN
Jadi jelaslah jika dibandingkan dengan bahasa pijin, bahasa Indonesia memiliki kedudukan bahasa yang resmi, dan Bahasa Indonesia tidak terjadi dari pengumpulan bahasa-bahasa pijin yang nantinya akan berubah menjadi bahasa kreol. Tapi bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu Riau yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno yang telah tercipta sebelum perang Dunia II dan telah digunakan dalam bahasa buku-buku balai pustaka serta digunakan dalam pergaulan masyarakat sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.
Drewes G. W. J. 1981. Balai Pustaka and its Antecedents in Philips, N., Anwar, K.(EDs.), Papers on Indonesia Languages and Literatures. London: Indonesian Etymological Project.
Godadi, INC. 2001. “Kreol dan Pijin” Diperoleh pada tanggal 11 dan 12 September 2009 dari http://id.wikipedia.org/wiki/kreol/pijin
Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolnguistics. London: Longman Group Limited.
Todd, Loreto. 1974. Pidgins and Creols. London: Routledge & Kegan Ltd.
Wardhaugh, Ronals. 1986. An Introduction to Sociolnguistics. New York: Basil Blackwell.
B. PEMBAHASAN
Menurut Wardhaugh (1986), bahwa pijin dan kreol muncul atas dasar masyarakat yang berbeda bahasa sehingga harus menemukan sebuah sistem komunikasi. Berikut pembahasan mengenai pijin, kreol dan bahasa Indonesia.
1. Pijin
Pijin adalah bahasa yang belum mempunyai penutur asli (Holmes, 1992). Atau dengan kata lain pijin adalah sebuah bentuk bahasa kontak yang digunakan oleh orang-orang dengan latar belakang bahasa yang berbeda-beda. Sebuah pijin biasanya memiliki tatabahasa yang sangat sederhana dengan kosakata dari bahasa yang berbeda-beda (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Pidgin). Bahasa pijin muncul dari perdagangan ataupun sebagai alat komunikasi para pekerja (Todd, 1974). Bahasa pijin muncul sebagai alat komunikasi sosial dalam hubungan ynag singkat (Cahyono, 1995:404). Holmes (1992) menggolongkan karakteristik pijin menjadi 3 yaitu:
1. Dipakai di ruang lingkup dan fungsi yang terbatas.
2. Struktur yang sederhana.
3. Pada umumnya sebagai golongan rendah dan cenderung memiliki sifat yang negatif.
Todd (1974) menggambarkan proses pijinisasi dalam beberapa fase, yaitu; Fase pertama : Terjadinya kontak bahasa antar bahasa pendatang dengan bahasa lokal. Dalam kontak bahasa, masyarakat melakukan proses penyederhanaan tata bahasa, kosakata, bahkan cara pengucapan agar lebih mudah dimengerti oleh sesama masyarakat multilingual tersebut. Kontak bahasa tersebut diiringi dengan gestures atau komunikasi non fisik (bahasa tubuh, mimik muka, dll) untuk mengkomunikasikan kebutuhan, istilah-istilah perdagangan, dll. Fase kedua : Bahasa yang telah di ’modifikasi’ atau disederhanakan tersebut digunakan secara reguler selama kontak masyarakat multilingual berlangsung. Fase ketiga : Kosakata-kosakata teknis diperluas, biasanya dengan meminjam pada bahasa yang paling dominan. Fase keempat: Penggunaan bahasa pijin secara regular dalam situasi tertentu jika terus dipertahankan hingga memiliki penutur asli, maka berpotensi untuk menjadi bahasa kreol.
2. Kreol
Menurut todd (1974) creol adalah bahasa pijin yang menjadi bahasa ibu dari speech community. Seperti bahasa normal lainya kreol memiliki penutur asli sedangkan pijin tidak (Wardhough, 1986). Kajian umum menunjukkan (khususnya yang dilakukan oleh Derek Bickerton) bahwa bahasa-bahasa kreol yang ada di dunia menunjukkan adalah kesamaan, khususnya dari segi tata bahasa yang mengarah pada teori tata bahasa universal. Bahasa Kreol ini juga dipengaruhi oleh kosakata-kosakata yang dibawa oleh para penuturnya. Bahasa Kreol berkembang karena sebab berikut : Berkumpulnya berbagai orang dari latar belakang yang berbeda, maksudnya: di suatu daerah, terjadi kontak antara penduduk asli dan pendatang yang satu sama lain berbeda bahasa. Dari sini kemudian digunakan sarana komunikasi yang terdiri dari bahasa dominan, namun terpengaruh oleh kosakata-kosakata bawaan dari orang-orang tersebut. Pijin dan kreol memiliki karakteristik yang serupa. Menurut Cahyono (1995) karakteristik itu adalah:
a) Memiliki urutan subyek-predikat-objek yang cukup kuat,
b) Memiliki pronomina yang tidak bervariasi
c) Tidak mengandung infleksi dan sedikit mengandung derivasi,
d) Banyak memakai partikel untuk membuat negative atau menentukan tense,
e) Menggunakan rangkain verba untuk mengubah makna kata utama,
f) Menggunakan pengulangan kata untuk penekanan,
g) Menggunakan konjungsi untuk mengacu ke makna kata untuk,
h) Menggunakan pronominal ketiga jamak untuk menandai frase nomina pluralis, dan
i) Menggunakan partikel pada awal kalimat untuk menandai unsur yang ditekankan.
Pada mulanya bahasa inilah yang disebut Pijin, dengan kosakata yang sangat sederhana. Namun, ketika mengalami proses kreolisasi, tata bahasanya mengalami perkembangan sehingga menjadi bahasa yang stabil dan terpisah dari bahasa induknya. Sebagian besar bahasa Kreol ini berakar dari bahasa-bahasa Indo-Eropa sebagai bahasa dasarnya. Berikut adalah bahasa-bahasa Kreol yang sudah dikenal (http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_kreol) : Kreol Arab (Ki Nubi, Arab Juba, Arab Babalia), Kreol Inggris (BislamaTok Pisin, Krio, Pitcairn, Sranang Tongo, Kreol Miskito, Kreol Rama Cay), Kreol Perancis (Kreol Haiti, Kreol Louisiana, Kreol Mauritius, Seselwa), Kreol Melayu (Betawi, Melayu Ambon, Melayu Manado, Melayu Ternate, Melayu Banda, Melayu Kupang, Melayu, Larantuka), Kreol Spanyol (Chavacano, Palenquero), Kreol Portugis (Papiamento, Macao, Burgher, Kreol Tanjung Verde, Kreol India, São Tomé, Fa d'Ambo, Crioulo, Papia Kristang).
3. Bahasa Indonesia Bukanlah Termasuk Bahasa Pijin dan Kreol
Pada umumnya orang mengetahui bahwa bahasa lndonesia yang sekarang berasal dari bahasa Melayu. Istilah bahasa Melayu sendiri mengacu pada bahasa Melayu Riau, yaitu bahasa Melayu yang diajarkan di sekolah-sekolah sebelum Perang Dunia II berkecamuk. Beberapa bahasa daerah juga memberikan sumbangan kepada bahasa Indonesia, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain. Bahkan, bahasa Indonesia juga mendapat sumbangan dari bahasa Barat. Penerbitan buku di Leiden dengan judul European Loan Words in Indonesian: A Checklist of Words of European Origin in Bahasa Indonesia and Traditional Malay tahun 1983 mengingatkan tentang sumbangan bahasa-bahasa Barat kepada bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia". atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, "...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia". Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap "lahir" atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya. Bila kita mengikuti pemikiran beberapa sarjana Belanda, terlihat bahwa yang dianggap bahasa Melayu baku ialah bahasa yang banyak dikembangkan oleh guru-guru Melayu, terutama yang bertugas di Balai Pustaka. Profesor A. Teeuw pernah menulis: One can go further and say that it was this very group of Minangkabau school teachers at Balai Pustaka who made a significant contribution to the standardization of Malay which is often called Balai Pustaka Malay; it is the basis from which present-day Bahasa Indonesia is developed. Walaupun Profesor Teeuw tidak menggunakan istilah bahasa Melayu Riau, namun yang dimaksud dengan istilah bahasa Melayu Balai Pustaka itu pada dasarnya adalah bahasa Melayu Riau dalam pengertian kita di atas. Sarjana Belanda lain, Profesor G. W. J. Drewes, yang pernah bertugas di Balai Pustaka juga menekankan pentingnya Balai Pustaka dalam hubungannya dengan pembakuan bahasa. Menurut Drewes, bahasa manuskrip yang dikirimkan oleh Balai Pustaka sering diperbaiki oleh Engku-engku Balai Pustaka dan para pengarang. Pengirim hendaknya tidak merasa tersinggung, bahkan harus berterima kasih atas perbaikan-perbaikan itu (Drewes, 1981: 102–103). Bahasa Indonesia juga memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:
Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia).
C. KESIMPULAN
Jadi jelaslah jika dibandingkan dengan bahasa pijin, bahasa Indonesia memiliki kedudukan bahasa yang resmi, dan Bahasa Indonesia tidak terjadi dari pengumpulan bahasa-bahasa pijin yang nantinya akan berubah menjadi bahasa kreol. Tapi bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu Riau yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno yang telah tercipta sebelum perang Dunia II dan telah digunakan dalam bahasa buku-buku balai pustaka serta digunakan dalam pergaulan masyarakat sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.
Drewes G. W. J. 1981. Balai Pustaka and its Antecedents in Philips, N., Anwar, K.(EDs.), Papers on Indonesia Languages and Literatures. London: Indonesian Etymological Project.
Godadi, INC. 2001. “Kreol dan Pijin” Diperoleh pada tanggal 11 dan 12 September 2009 dari http://id.wikipedia.org/wiki/kreol/pijin
Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolnguistics. London: Longman Group Limited.
Todd, Loreto. 1974. Pidgins and Creols. London: Routledge & Kegan Ltd.
Wardhaugh, Ronals. 1986. An Introduction to Sociolnguistics. New York: Basil Blackwell.
0 komentar:
Posting Komentar